Friday, October 21, 2022

Rangkuman Koneksi Antar Materi - Modul 3.1

Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

Nama  : Suprapto

CGP    : Angkatan 5


Berikut Disajika Panduan Pertanyaan untuk Membuat Rangkuman Kesimpulan Pembelajaran Modul 3.1:


1.  Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka yang itu “Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayan” terkait erat dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin. Ing Ngarso Sung Tulodho artinya bahwa seorang guru harus mampu menjadi teladan yang baik terhadap siswa dan lingkungannya. Selain itu, seorang guru harus mampu menjadi panutan dan memberikan praktik baik kepada para siswanya. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang guru harus melalui karsa atau usaha yang keras dengan pertimbangan yang matang agar keputusan dapat diambil secara tepat sebagai solusi dari akar permasalahan yang ada sebagai wujud filosofi Pratap Triloka “Ing Madyo Mangun Karsa.” Selain itu guru diharapkan mampu memotivasi siswa agar siswa mampu dengan daya dan upayanya menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Pada filosofi Pratap Triloka Tut Wuri Handayani bahwa guru menjadi Pamong yang mampu mengarahkan siswanya agar mencapai kebahagiaan sesuai dengan kekuatan kodrat yang dimiikinya masing-masing.

 

2.     Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Seyogyanya seorang guru memiliki nilai-nilai positif yang sudah tertanam dan mendarah daging dalam dirinya. Nilai-nilai positif yang ada dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan. Nilai-nilai positif dalam diri kita antara lain adalah mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid. Melalui nilai-nilai ini, dapat menjadi bekal seorang pendidik untuk melakukan pengambilan keputusan secara cepat dan tepat. Nilai-nilai tersebut akan berpengaruh pada prinsip-prinsip pengambilan keputusan yang mengandung unsur-unsur dilema etika atau bujukan moral. Dilema etika artinya kasus-kasus yang menuntut kita memilih salah satu keputusan dari dua pilihan yang secara  logika dan rasa memiliki nilai kebenaran. Sedangkan bujukan moral yaitu situasi diantara dua pilihan antara benar dan salah.

Terdapat empat paradigma dilema etika antara lain individu lawan kelompok (Individual vs community), Rasa keadalian lawan rasa kasihan (justice vs mercy), kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty), dan jangka panjang  lawan jangka pendek (shorterm vs long terms). Sedangkan prinsip-prinsip pengambilan keputusan antara lain berpikir berbasis hasil akhir, berpikir berbasis peraturan serta berpikir berbasis rasa peduli.

Keputusan yang diambil harus berdasarkan nilai-nilai yang kita pegang teguh dan nilai-nilai kebajikan universal yang berlaku. Selain itu, keputusan yang kita ambil harus berdampak positif bagi lingkungan sekitar terutama keberpihakan kepada anak didik.

  

3.    Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

Coaching merupakan bentuk keterampilan menggali suatu masalah antara Coach dan Coachee baik yang terjadi dalam kita diri ataupun orang lain sehingga seorang coachee mampu memberikan solusi atau jawaban atas permasalahan yang mereka hadapi. Coaching dengan langkah-langkah TIRTA dapat digunakan dalam percakapan coaching. Melalui langkah-langkah TIRTA kita dapat melakukan identifikasi masalah secara mendalam dan memecahkan masalah secara sistematis. Coaching dengan alur TIRTA dapat dintegrasika dengan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga menghasilkan keputusan cepat dan tepat. Coaching dengan alur TIRTA dengan beberapa tahapan antara lain T (Tujuan), I (Identifikasi masalah), R (Rencana Aksi), TA (Tanggung Jawab).

Fasilitator dan Pengajar Praktik (PP) memberikan pendampingan dan bimbingan terhadap saya untuk mengambil keputusan yang berpihak pada murid, sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal dan dapat dipertanggungjawabkan. Pengambilan keputusan yang dilakukan dengan coaching menggunakan alur TIRTA dirasa lebih efektif untuk memberikan solusi atau jawaban dari permasalahan yang ada. 

 

4. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Sebagai pemimpin pembelajaran di kelas, maka kita harus mampu mengelola pembelajaran dengan baik yang berpihak pada murid. Seorang guru harus mampu mengakomodir segala perbedaan yang dimiliki oleh murid dengan cara melakukan identifikasi terhadap sumber belajar, gaya belajar, minat belajar sehingga murid mendapatkan pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai profil belajar masing-masing. Selain itu, pembelajaran yang dilakukan oleh guru juga harus memperhatikan aspek sosial emosional sehingga murid lebih siap dalam belajar.

Kemampuan guru terhadap pengelolaan dan menyadari aspek sosial emosionalnya tersebut berpengaruh terhadap keterampilan pelaksanaan pengambilan keputusan terutama pada masalah dilema etika. Apabila seorang guru dapat mengelola dan menyadari aspek sosial emosioanalnya dengan baik dan benar, maka guru tersebut akan mampu membuat keputusan tentang kasus delima etika dengan cepat dan tepat sesuai dengan empat paradigma dilema etika, tiga prinsip dan sembilan langkah pengambilan keputusan. Kompetensi sosial emosional dapat mendorong guru fokus dalam mengambil keputusan yang tepat dan bijak sesuai dengan nilai-nilai universal serta dapat dipertanggungjawabkan.

 

5.   Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Nilai-nilai yang dianut seorang pendidik mempengaruhi pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika. Apabila seorang pendidik dihadapkan pada kasus masalah moral atau etika, maka keputusan yang diambil akan sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya. Nilai-nilai yang dianutnya tersebut akan berpengaruh bagaimana seorang pendidik mengambil keputusan. Apabila nilai-nilai yang dianutnya adalah nilai positif, maka keputusan yang diambil tersebut akan sesuai dengan nilai-nili kebajikan universal dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun nilai-nilai yang dianut oleh guru penggerak adalah reflektif, mandiri, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada anak didik. Nilai tersebut dapat mempengaruhi bagi guru dalam menyelesaikan masalah yang terkait dengan dilema atika atau bujukan moral sehingga mampu membuat keputusan yang tepat berpihak pada murid, sesuai dengan nilai universal dan dapat dipertanggung jawabkan.

 

6. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman?

Pengambilan keputusan yang tepat harus mempertimbangkan dampak positif pada lingkungan diantaranya berpihak pada murid, sesuai nilai-nilai kebajikan universal dan dapat dipertanggungjawabkan. Keputusan diambil melalui identifikasi masalah melalui empat paradigma dilema etika, tiga prinsip dan sembilan langkah pengambilan keputusan.


7. Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Tantangan di lingkungan saya untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika diantaranya adalah keterampilan pengambilan keputusan kasus dilema etika yang perlu dilatih terus sehingga menghasilkan keputusan yang tepat, belum berubahnya paradigma dan budaya sekolah yang belum mempertimbangkan keberpihakan pada siswa dalam pengambilan keputusan, belum adanya komitmen warga sekolah untuk menjalankan keputusan bersama serta keputusan yang diambil belum sepenuhnya melibatkan guru sehingga memunculkan kendala pada saat penerapannya.

Menurut saya terdapat ada keterkaitan dengan perubahan paradigma di lingkungan yaitu pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika berdasarkan pada keberpihakan pada murid, sesuai dengan nilai-nilai universal serta dapat dipertanggungjawabkan.

 

8.     Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita adalah bahwa hasil pengambilan keputusan akan berdampak postif terhadap murid, menghasilkan keputusan yang berpihak pada murid, keputusan yang memberikan kesempatan murid dapat berkembang bakat, minat dan potensinya sesuai dengan kekuatan kodrat yang dimilikinya. Selain itu juga, keputusan yang diambil juga dapat mengakomomodir kebutuhan belajar dan profil belajar murid sehingga pembelajaran diferensiasi dapat dilaksanakan dengan baik.


9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Pemimpin pembelajaran harus mampu mengambil keputusan yang berpihak pada murid, sesuai dengan nilai-nilai universal dan dapat dipertanggugjawabkan sehingga keputusan yang diambil memberikan manfaat dan berdampak positif terhadap kehidupan atau masa depan murid. Selain itu, pemimpin pembelajaran juga harus dapat memilah dan memilih keputusan yang berdampak jangka panjang atas perkembangan murid dan mendahulukan keputusan yang membutuhkan respon dan solusi cepat, tepat untuk kepentingan murid. Pemimpin pembelajaran seyogyanya harus mampu mengambil keputusan yang memerdekakan dan berpihak pada murid sehingga murid-murid dapat tumbuh sebagi manusia yang kreatif, inovatif dan merdeka yang dapat mengambil keputusan atas permasalahan yang dihadapi dengan tepat.


10.  Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kesimpulannya adalah bahwa kemampuan pengambilan keputusan merupakan kompetensi atau keterampilan yang perlu di asah terus-menerus berdasarkan atas filosofi Ki Hajar Dewantara sebagai pemimpin pembelajaran.

Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin pembelajaran hendaknya mengacu pada budaya postif yang ada di sekolah. Selain itu, pengambilan keputusan terhadap visi guru penggerak harus didasarkan pada alur BAGJA sehingga mudah untuk diimplementasikannya sehingga tercipta lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan memiliki disiplin positif (well-being).

Seorang guru juga harus mampu mengambil keputusan dengan memiliki kesadaran penuh (mindfullness) sehingga keputusan yang diambil dapat membentuk karakter profil pelajar pancasila. Keputusan yang diambil harus sesuai dengan permasalahan yang ada serta mempertimbangkan dampak dari keputusan tersebut.

Oleh karena itu, dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran seyogyanya harus didasarkan pada identifikasi kasus dilema etika dan bujukan moral, empat paradigma pengambilan keputusan, tiga prinsip pengambilan keputusan, dan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga keputusan dapat berpihak pada murid, sesuai dengan nilai-nilai universal dan dapat dipertanggungjawabkan demi terwujudnya merdeka belajar.


11.  Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Ada, terkadang kita mengambil keputusan dihadapkan pada situasi yang sulit karena sama sama benar. Namun demikian, terkadang kita juga dengan rasa kemanusiaan mengambil keputusan yang lebih ngengedepankan rasa kasihan atau kepedulian daripada rasa keadalian. Keterampilan pengambilan keputusan ini harus kita asah sehingga kita dapat mengambil secara cepat dan tepat sesuai dengan permasalahan yang ada.


12. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Pernah, menurut saya bedanya adalah dengan mempelajari modul ini kita lebih memahami konsep dan mudah mengimplemetasikan pengambilan keputusan dengan lebih sitematis terkait kasus dilema etika dan bujukan moral, empat paradigma pengambilan keputusan, tiga prinsip pengambilan keputusan, dan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga keputusan yang diambil dapat berpihak pada murid, sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal dan dapat dipertanggungjawabkan.


13.  Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Dampak sebelum mempelajari modul ini terkait pengambilan keputusan adalah keputusan yang diambil belum sepenuhnya berpihak pada murid, belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai universal dan belum sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan. Pengambilan keputusan hanya sebatas persepsi pribadi belum mempertimbangkan dampak dari pengambilan keputusan tersebut.

Namun setelah mempelajari modul ini, pengambilan keputusan sudah lebih fokus. Keputusan diambil dengan mempertimbangkan dilema etika dan bujukan moral, empat paradigma pengambilan keputusan, tiga prinsip pengambilan keputusan, dan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Keputusan yang diambil juga sesuai dengan masalah dan mempertimbangkan dampak dari keputusan tersebut. Selain itu, keputusan yang diambil berpihak pada murid, sesuai dengan nilai-nilai universal dan dapat dipertanggungjawabkan.

 

14. Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Menurut saya sangat penting sekali, karena sebagai seorang pemimpin akan dihadapkan beragam permasalahan. Seorang pemimpin harus cakap dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, pengambilan keputusan merupakan bentuk keterampilan yang terus dilatih dan diasah sehingga keputusan yang diambil sesuai dengan permasalahan dan berdampak positif bagi lingkungan terutama berpihak pada murid, sesuai dengan nilai-nilai universal dan dapat dipertanggungjawabkan. Modul ini memberikan solusi untuk memecahkan masalah secara sistematis dan terukur mulai dari identifikasi kasus etika dan bujukan moral, empat paradigma pengambilan keputusan, tiga prinsip pengambilan keputusan, dan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan.


Wednesday, October 19, 2022

Demonstrasi Kontekstual - Modul 3.1

Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Seorang Pemimpin

Nama             : Suprapto

CGP               : Angkatan 5

1. Wawancara dengan Kepala SDN Wijaya Kusuma 07

Nara Sumber: Ibu Hj. Yoyoh Rosana, M.Pd.

Jabatan         : Kepala SDN Wijaya Kusuma 07

Tempat          : Kantor Kepala Sekolah

Hari/Tanggal  : Selasa, 18 Oktober 2022

Waktu            : 13.00-13.30 WIB





















Berikut hasil wawancara yang telah dilakukan:

1.   Selama ini, bagaimana Anda dapat mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral?

Mencari tahu latar belakang sebuah kasus yang terjadi sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat sebagai solusi dari kasus tersebut.

2.  Selama ini, bagaimana Anda menjalankan pengambilan keputusan di sekolah Anda, terutama untuk kasus-kasus di mana ada dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan?

Menjalankan pengambilan keputusan yang berdampak positif dengan mempetimbangkan rasa keadilan, kepedulian, aturan dan nilai-nilai kebajikan yang berlaku.

3.     Langkah-langkah atau prosedur seperti apa yang biasa Anda lakukan selama ini?

Langkah-langkah yang dilakukan antara lain mengidentifikasi masalah, melakukan analisis, melakukan diskusi jika diperlukan, dan pengambilan keputusan dengan memperhatikan rasa keadilan, kepedulian, aturan dan nilai-nilai kebajikan.

4.     Hal-hal   apa saja yang selama ini Anda anggap efektif dalam pengambilan keputusan        
      pada  kasus-kasus dilema etika?

Menerapkan pengambilan keputusan dilema etika pada lingkungan sekolah, pada murid-murid, dan pada kolega guru-guru. Saya menerapkannya jika menemukan kasus yang  terdapat unsur-unsur delima etika.

5.    Hal-hal apa saja yang selama ini merupakan tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?

Tantanganya yaitu jika membuat keputusan yang sama-sama memiliki paradigma benar lawan benar.

6.    Apakah Anda memiliki sebuah tatakala atau jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika, apakah Anda langsung menyelesaikan di tempat, atau memiliki sebuah jadwal untuk menyelesaikannya, bentuk atau prosedur seperti apa yang Anda jalankan?

Biasanya saya langsung menyelesaikan di tempat.

7.   Adakah seseorang atau faktor-faktor apa yang selama ini mempermudah atau membantu Anda dalam pengambilan keputusan dalam kasus-kasus dilema etika?

Ada, yaitu Wakasek.

8.  Dari semua hal yang telah disampaikan, pembelajaran apa yang dapat Anda petik dari pengalaman Anda mengambil keputusan dilema etika?

Pengambilan keputusan delima etika adalah suatu hal yang sulit dilakukan sehingga  keterampilan tersebut perlu dilatih agar terbiasa membuat keputusan yang tepat dan menjadi solusi dari permasalahan tersebut.

 

2. Wawancara dengan Kepala SDN Wijaya Kusuma 05

Nara Sumber: Bapak Subekhi, S.Pd,

Jabatan         : Kepala SDN Wijaya Kusuma 05

Tempat          : Kantor Kepala Sekolah

Hari/Tanggal  : Rabu, 19 Oktober 2022

Waktu            : 13.30-14.00 WIB
























 Berikut hasil wawancara yang telah dilakukan:

1.   Selama ini, bagaimana Anda dapat mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral?

Untuk mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral, maka saya terlebih dahulu adalah mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan, mempertimbangkan latar belakang dan akar dari permasalahan tersebut.

2.   Selama ini, bagaimana Anda menjalankan pengambilan keputusan di sekolah Anda, terutama untuk kasus-kasus di mana ada dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan?

Saya akan melakukan pengujian benar atau salah terhadap suatu kasus. Pengambilan keputusan yang diambil mempertimbangkan saran dan masukan dari rekan kepala sekolah ataupun kolega guru.

3.    Langkah-langkah atau prosedur seperti apa yang biasa Anda lakukan selama ini? 

Langkah-langkah yang saya lakukan biasanya mengidentifikasi masalah, melakukan tela'ah atau analisis masalah, melakukan diskusi bersama guru dan mengambil keputusan yang berdampak positif sebagai solusi dari permasalahan yang ada.

4.    Hal-hal apa saja yang selama ini Anda anggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?

Kasus-kasus yang terjadi di lingkungan sekolah dan mengandung unsur-unsur delima etika.

5.   Hal-hal apa saja yang selama ini merupakan tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?

Yang menjadi tantangan adalah jika pengambilan keputusan pada kasus yang mempertentangkan antara rasa keadilan, kepedulian dan rasa kasihan.

6.     Apakah Anda memiliki sebuah tatakala atau jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika, apakah Anda langsung menyelesaikan di tempat, atau memiliki sebuah jadwal untuk menyelesaikannya, bentuk atau prosedur seperti apa yang Anda jalankan?

Langsung menyelesaikan di tempat.

7.     Adakah seseorang atau faktor-faktor apa yang selama ini mempermudah atau membantu Anda dalam pengambilan keputusan dalam kasus-kasus dilema etika?

Kolega guru-guru di sekolah.

8.  Dari semua hal yang telah disampaikan, pembelajaran apa yang dapat Anda petik dari pengalaman Anda mengambil keputusan dilema etika?

Bahwa membuat keputusan dilema etika tidaklah mudah, namun terkadang kita membuat keputusan berdasarkan dampak dari keputusan yang kita ambil dengan mengedepankan rasa kepedulian, kemanusiaan, peraturan ataupun dengan nilai-nilai kebajikan yang berlaku.

 

 Analisis:

Berdasarkan analisis dari hasil wawancara dari kedua narasumber tersebut diperoleh hasil bahwa pada dasarnya sudah memenuhi kreteria dari empat paradigma, tiga prinsip dan sembilan langkah pengujian pengambilan keputusan.

 

Refleksi:

Model 4F (Fact, Feelings, Findings, Future)

Facts (Peristiwa): Melakukan praktik wawancara terhadap dua kepala sekolah, yaitu Ibu Yoyoh Rosana, M.Pd. selaku kepala SDN Wijaya Kusuma 07 dan Bapak Subekhi, S.Pd. selaku kepala SDN Wijaya Kusuma 05. Hal baik yang saya dapatkan adalah mendapatkan informasi atau pengalaman bagaimana seorang pimpinan membuat keputusan yang mengandung unsur delima etika dan bujukan moral. Hambatan yaitu menyesuaikan jam pertemuan dalam melakukan wawancara. Cara mengatasinya yaitu membuat jadwal pelaksanaan wawancara melalui diskusi dan kesepakatan bersama.

Feelings (Perasaan): Perasaan pada saat melakukan wawancara adalah senang karena mendapatkan informasi langsung dari pimpinan sekolah tentang proses pengambilan keputusan.

Findings (Pembelajaran): Pembelajaran yang saya dapatkan dari kegiatan wawancara adalah bahwa pengambilan keputusan harus mempertimbangkan empat paradigma, tiga prinsip dan sembilan langkah pengujian pengambilan keputusan.

Future (Penerapan): Tindakan yang saya akan lakukan adalah belajar melakukan pengambilan keputusan yang mencakup empat paradigma, tiga prinsip dan sembilan langkah pengujian pengambilan keputusan. Berbagi praktik baik dengan teman sejawat tentang pengambilan keputusan yang mengandung unsur delima etika dan bujukan moral.

 

 Semoga bermanfaat dan salam bahagia


Wednesday, October 5, 2022

Koneksi Antar Materi - Modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik


Nama                  :Suprapto
CGP Angkatan    : 5


Coaching dalam konteks pendidikan merupakan salah satu bentuk kegiatan “menuntun” belajar siswa untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kekuatan kodrat yang dimiliki masing-masing siswa. Guru yang menjadi “pamong” harus mampu memberikan tuntunan kepada siswa melalui beragam pertanyaan yang reflektif yang mampu menggali potensi yang dimiliki oleh siswa. 

Koneksi materi modul ini dengan modul-modul yang ada sebelumnya adalah:

2.1 Modul Pembelajaran Berdiferensiasi

Pembelajaran diferensiasi yaitu kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan mengakomodir pemenuhan kebutuhan belajar siswa di kelas pada setiap individu. Kegiatan memetakan kebutuhan belajar siswa perlu dilakukan untuk mengetahui kebutuhan belajar siswa yang meliputi tiga aspek yaitu aspek kesiapan, minat dan profil murid. Ketiga aspek dari kebutuhan belajar siswa dapat diidentifikasi salah satunya melalui pembicaraan coaching yang dilakukan antara guru dan siswa. Melalui proses coaching ini diharapkan tujuan pembelajaran diferensiasi dapat tercapai secara optimal. Sejatinya pembelajaran berdiferensiasi berakar pada usaha pemenuhan kebutuhan belajar murid dan guru merespon kebutuhan belajar murid tersebut, salah satunya melalui percakapan coaching.

2.2 Modul Pembelajaran Sosial Emosional (PSE)

Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif yang melibatkan seluruh komunitas sekolah. Melalui proses kolaboratif memungkinkan anak dan orang dewasa memdapat dan mengimplementasikan di sekolah terkait pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial emosional. Adapun tujuan dari Pembelajaran Sosial Emosioanal antara lain memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi, menetapkan dan mencapai tujuan positif, merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain, membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta membuat keputusan yang bertanggung jawab. Pembelajaran Sosial Emosional berbasis kesadaran penuh bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan komunitas sekolah atau yang disebut sebagai well-being. Adapun Kompetensi Sosial Emosional (KSE) antara lain kesadaran diri (pengenalan emosi), pengelolaan diri (pengenalan emosi dan fokus), kesadaran diri (empati), keterampilan sosial (resiliensi) dan pengambilan keputusan yang bertanggungjawab. Kompetensi Sosial Emosional (KSE) dapat digali dengan menggunakan percakapan coaching. Melalui proses coaching maka kompetensi sosial emosional dapat lebih berkembang. 


A. Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar

Setelah mempelajari modul ini tentang Coaching untuk Supervisi Akademik perlu bagi saya melakukan refleksi terhadap apa yang saya pelajari dan apa yang saya implementasikan agar saya dapat melakukan perbaikan-perbaikan dari hasl evaluasi yang saya lakukan. Berikut poin-poin penting dalam refleksi saya, antara lain adalah:

1. Pengalaman/materi pembelajaran yang baru saja diperoleh pada paket modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik. Coaching ini memberikan pengalaman yang berbeda terhadap pengembangan kompetensi lainnya. Supervisi akademik biasanya dilakukan oleh kepala sekolah untuk mensupervisi guru-guru di sekolah ketika melaksanakan pembelajaran. Namun, supervise yang dilakukan sebagain hanya untuk tuntutan kewajiban dan belum menyentuh akar permasalahan yang dihadapi oleh guru.Oleh karena itu perlu adanya Coaching untuk supervise akademik yang berfungsi untuk menggalai potensi yang ada pada guru serta memberikkan solusi atas permasalahan yang terjadi.

2. Emosi-emosi yang dirasakan terkait pengalaman belajar adalah saya merasa senang dan termotivasi dalam mempelajari dan mengemplementasikan materi ini. Menurut saya materi ini sangat penting dalam membekali saya ketika menjumpai permasalahan yang dapat diselesaikan dengan cara Coaching. Ketika saya mengimplementasikan di kelas bersama anak-anak terlihat anak semangat dan antusias dalam memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Hal tersebut membuat saya ingin selalu melakukan perubahan sebagai pemimpin pembelajaran di kelas.

3. Yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan diri saya dalam proses belajar adalah telah melakukan praktik baik bersama dengan CGP lainnya terkait dengan percakapan Coaching. Praktik baik ini dilakukan saling bergantian saling berbagi pera antara Pengamat, Coach dan Coachee. Dari hasil praktik baik tersebut, saya melakukan refleksi bersama-sama dengan CGP lainnya untuk melakukan perbaikan-perbaikan ke depan.

4. Yang perlu diperbaiki terkait dengan keterlibatan saya dalam proses belajar adalah pengembangan kompetensi dan prinsip-prinsip Coaching. Pengembangan kompetensi coaching meliputi presence (hadir sepenuh hati), mendegarkan aktif dan memberikan pertanyaan berbobot. Prinsip-prinsip Coaching meliputi kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi. Hal tersebut perlu terus dikembangkan agar dapat melaksanakan percakapan Coaching dengan lebih baik lagi kedepannya.

5. Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi adalah ketika meningkatnya kompetensi diri dengan melakukan beragam praktik baik maka berpengaruh terhadap kematangan diri. Kompetensi terkait dengan perkembangan kemampuan atau potensi diri sedangkan kematangan diri terkait dengan sikap emosi yang dimiliki oleh seseorang. Semakin bertambah kompetensi yang kita miliki maka diharapkan emosi kita akan lebih matang dan kita lebih dapat mengendalikan emosinya.


B. Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP

Dari refleksi yang saya lakukan, saya mencoba menjelaskan hasil analisis terkait topik dengan indikator sebagai berikut:

1. Memunculkan pertanyaan kritis yang berhubungan dengan konsep materi dan menggalinya lebih jauh. Bahwa konsep materi terkait dengan modul ini yaitu Coaching mempunyai peran yang vital untuk menggali potensi yang dimiliki orang lain (baik siswa maupun rekan sejawat di sekolah). Melalui percakapan Coaching juga menghasilkan solusi terbaik dari masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, materi ini memunculkan ide atau gagasan bahkan dapat menghadirkan pertanyaan-pertanyaan yang kritis terkait dengan materi dan mengulasnya lebih mendalam lagi. 

2. Mengolah materi yang dipelajari dengan pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan (insight) baru. Bahwa materi pada modul ini perlu untuk dikembangkan lebih jauh sehingga memunculkan pengetahuan baru. Materi yang didapat juga perlu untuk diimplementasikan di kelas atau di sekolah sehingga dapat meningkatkan konpetensi yang kita miliki.

3. Tantangan yang saya hadapi adalah rekan-rekan guru yang belum terbiasa dengan percakapan Coaching berakibat susahnya melaksanakan percakapan Coaching dengan alur TIRTA sehingga sulit mengidentifikasi masalah yang ada.  Dalam Coaching sendiri pada prinsipnya tidak harus fokus pada masalah yang berat, tapi dapat juga pada masalah yang ringan dan terjadi di sekitar kita

4. Alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi adalah berbagi praktik baik dan pengalaman terhadap rekan sejawat. Melakukan percakapan coaching yang kita mulai dari kita dan komunitas kemudian berimbas pada komunitas-komunitas lainnya.

C. Membuat keterhubungan
Refleksi pembelajarannya penting dilakukan untuk memotret kelemahan dan kelebihan yang saya miliki sehingga  kita dapat memperbaiki  ke depannya. Pengalaman masa lalu, bahwa saya belum pernah menyelesaikan masalah dengan melakukan pembicaraan Coaching dengan alur TIRTA. Penerapan di masa mendatang adalah mengimplementasikan materi pembelajaran pada modul ini dan berbagi praktik baik dengan teman sejawat di sekolah. Konsep atau praktik baik yang dilakukan dari modul lain yang telah dipelajari pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid dan pembelajaran sosial emosional (PSE). Informasi yang didapat dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar PGP dijadikan sebagai bahan referensi untuk melakukan tindaklanjut. 

 Semoga Bermanfaat & Salam Bahagia

 

Wednesday, September 14, 2022

 1.4.a.9.1. Aksi Nyata Modul 1.4 - Forum Berbagi Aksi Nyata

Nama CGP : Suprapto

Angkatan    : 5

Tujuan Pembelajaran Khusus

CGP dapat menyampaikan pembelajaran dari penerapan konsep inti dari modul budaya positif serta pemahaman mereka mengenai konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif.  

 

Beragam cara dapat dilakukan untuk menumbuhkembangkan karakter Profil Pelajar Pancasila kepada murid diantaranya melalui membangun budaya positif yang berorientasi kepada murid, membangun keyakinan atau visi sekolah yang dapat mengembangkan budaya positif murid.

Ki Hadjar Dewantara mengumpamakan sekolah sebagai sebuah ladang tempat persemaian bibit, agar bibit bisa perkembang secara maksimal maka petani dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara bibit tanaman, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup bibit tanaman dan lain sebagainya.

Berdasarkan filosofi di atas, bahwa sekolah sebagai tempat untuk menumbuhkembangkan karakter anak. Apabila selalu dijaga, dirawat, maka anak akan tumbuh menjadi generasi yang memiliki karakter yang unggul.Guru harus mengusahakan sekolah menjadi lingkungan yang menyenangkan, menjaga, dan melindungi murid dari hal-hal yang tidak baik. Dengan demikian, karakter murid tumbuh dengan baik sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.

Budaya positif perlu terus ditumbuhkembangkan oleh seluruh warga sekolah agar tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan dan mengembangkan karakter Profil Pelajar Pancasila.  

Budaya positif yang di lakukan di sekolah antara lain budaya salam, menjaga kelestarian lingkungan, menaati kesepakatan kelas dan lain-lain.

Dalam mewujudkan budaya positif perlu adanya disiplin positif. Oleh karena itu, kita akan belajar tentang perubahan paradigma belajar, disiplin positif, motivasi perilaku manusia, kebutuhan dasar, posisi kontrol restitusi serta keyakinan kelas dan segitiga restitusi.

a. Perubahan paradigma belajar

Melakukan perubahan yang baik adalah dimulai dari diri sendiri. Guru harus menjadi teladan bagi muridnya di sekolah.

Belajar untuk mempertahankan prinsip yang kita miliki, walaupun penuh dengan godaan. Kalau kita memegang teguh apa yang menjadi keyakinan kita akan tetap dipertahankan. Demikian juga budaya positif akan bisa dilakukan jika seorang guru bisa konsisten memberikan contoh positif kepada murid dan lingkungan sekolah.

b. Disiplin positif

Seseorang yang mempunyai karakter disiplin diri, artinya ia akan bertanggung jawab sepenuh hati atas apa yang ia lakukan  dengan mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal.

Disiplin positif yang dimiliki seseorang sangat berpengaruh terhadap motivasi internal seseorang tersebut, baik dalam berprilaku maupun bersikap sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal.

Tugas seorang pendidik adalah memberikan bimbingan kepada murid untuk mempunyai kesadaran disiplin diri yang berasal dari dirinya. Murid yang melakukan disiplin positif tidak terlepas dari motivasi yang ingin dicapai oleh murid itu sendiri.

c. Motivasi perilaku manusia

Motivasi yang terus ditumbuhkembangkan kepada murid adalah motivasi intrinsik karena memiliki dampak jangka panjang. Selain itu motivasi tersebut tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Murid akan berprilaku baik dan sesuai dengan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai.

d. Kebutuhan dasar

Terdapat kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi, antara lain bertahan hidup, kasih sayang dan rasa diterima, penguasaan, kebebasan, kesenangan. Semua apa yang dilakukan manusia, baik baik atau buruk pada dasarnya mempunyai tujuan. Oleh karena itu, ketika kita sebagai pendidik menghadapi masalah dengan anak, maka perlu kita identifikasi masalahnya terlebih dahulu untuk mengetahui kebutuhan dasar yang mungkin belum terpenuhi oleh anak tersebut. Sehingga, kita bisa memberikan solusi yang tepat dengan memberikan kebutuhan dasar yang sesuai dengan anak tersebut.

 e. Posisi kontrol restitusi

Terdapat lima posisi kontrol, antara lain adalah posisi penghukum, pembuat orang merasa bersalah, teman, pemantau, manajer. Posisi kontrol yang ideal adalah sebagai manajer karena menggunakan pendekatan yang lebih humanis dan pendekatan komunikasi. Posisi kontrol manajer lebih menekankan pada upaya memperbaiki diri dari kesalahan yang telah ia lakukan.

f. Keyakinan kelas dan segitiga restitusi

Lingkungan positif dapat dibangun dari tindakan atau perilaku warganya. Perilaku positif warga kelas akan menjadi kebiasaan, yang pada akhirnya dapat membentuk budaya positif. Agar warga kelas memiliki budaya positif maka yang perlu dilakukan adalah membuat keyakinan atau kesepakatan kelas diantara seluruh warga kelas untuk mendapatkan nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama.

Segitiga restitusi terdiri atas tiga tahapan, yaitu tahap menstabilkan identitas, tahap validasi tindakan yang salah, dan tahap menanyakan keyakinan. Melalui penanganan masalah terkait anak di sekolah dapat menggunakan segitiga restitusi. Melalui segitiga restitusi, maka siswa diberikan kesempatan untuk memberikan solusi atas permasalahan yang ia hadapi.

 

 Contoh Beberapa Aksi Nyata Budaya Positif di Sekolah

 


Gambar. Membuat Kesepakatan Kelas Bersama Siswa



Gambar. Belajar Cinta Lingkungan Hidup



Gambar. Siswa Berliterasi di Pojok Literasi



Gambar. Budaya Salam di Sekolah


Gambar. Berdoa Bersama Sebelum Makan



Rangkuman Koneksi Antar Materi - Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin Nama  : Suprapto CGP     : ...